Thank You, Yipyip!
Aku sedikit kesal ketika pada kenyataannya akan secepat ini aku berkesah dalam blogku. Awalnya aku mengira setidaknya akan barang setahun atau dua tahun lagi aku datang untuk mengadu bimbang pada tulisanku. Mungkin setahun lagi, ketika aku dibuat bingung dengan konsep pernikahan kita berdua. Atau juga barangkali dua tahun lagi, ketika aku dan kamu tengah berharap-harap cemas menanti kelahiran anak pertama kita. Apakah dia perempuan? Ataukah laki-laki seperti yang kita berdua harapkan? Haha aku begitu merindukan saat-saat kita berbincang ringan tentang masa depan. Tidakkah kau juga merindukannya? Tidak? Baiklah, cukup aku saja.
Namun hidup memang selalu
membawa kejutan tak terduga tentang kapan dan bagaimana sebuah cerita berakhir.
Dan tentang bagaimana hubungan ini berakhir, jujur cukup membuatku terkejut. Aku
berpikir, awalnya, akan ada sosok kamu di akhir masa tuaku. Dengan rumah
berhalaman luas dan berumput hijau tempat kita dan anak-anak menghabiskan waktu
bersama saat senja. Namun bila memang takdir menyudahkan hubungan ini sampai di
sini, apa lagi yang bisa kita lakukan selain mengamini untuk yang terbaik?
Oh ya sebelumnya
maafkan aku yang menyampaikan kesahku melalui cara yang kurang pantas ini. Aku
selalu ingin menyampaikannya secara langsung kepadamu. Namun nampaknya
kesibukan membuat kita tak lagi saling bicara. Ehm, sebelumnya kita pernah
sepakat bahwa kesibukan tidak pernah layak untuk menjadi alasan. Namun
menghadapi kenyataan bahwa kesibukanlah yang menghalangi komunikasi kita, aku
sedikit tertawa dibuatnya. Jadi apakah sebaiknya kita anggap saja permasalahan ini
adalah tentang prioritas, tentang urusan mana yang menjadi hal terpenting bagi masing-masing
dari kita. Sepakat?
Kamu belum selesai
dengan dirimu sendiri, sayang. Masih banyak pencapaian yang ingin kamu
menangkan, dan kamu tidak ingin membagi fokusmu untuk sesuatu yang lain, untuk
perihal cinta misalnya. Singkatnya, hubungan ini tidaklah menjadi prioritasmu
untuk saat ini. Bagusnya, yang menjadi prioritasmu saat ini adalah sesuatu yang
positif dan menyangkut banyak orang penting di dalam kehidupanmu (semoga aku
benar dalam hal ini). Jadi tentang hubungan ini, aku tak bisa merengek banyak
untuk menjadikannya prioritasmu. Namun ada hal di sini yang mungkin kamu lupa, menjalin hubungan cinta itu melibatkan hati
dua nyawa, bukan kamu saja. Ada seseorang yang tidak bisa bekerja dengan baik
ketika cemas puluhan kali memeriksa smartphone-nya, namun tidak menemukan pesan
masukmu di sana. Ada seseorang yang meski mengantuk ia tetap menahannya demi
menunggumu menyelesaikan urusanmu dan menumpahkan rindunya melalui obrolan
ringan denganmu, meski kamu selalu membuatnya kecewa setelah lelah menunggu.
Ada seseorang yang berusaha menahan marah ketika kamu tenggelam dalam
kesibukanmu dan mengabaikan pesan yang dikirimkannya, hanya agar hubungan ini
tetap dapat bertahan. Ia berusaha memahami kesibukanmu, meski ia tak pernah
tahu kesibukan macam apa yang menarikmu semakin jauh darinya. Entahlah kau tak
pernah bercerita kepadanya meski ia selalu memintamu terbuka. Kau katakan bahwa
berbagi cerita tentang kesibukanmu bukanlah menjadi kebiasaanmu. Baiklah, ia
berusaha mengerti. Tapi tidak bisakah kau sedikit memberinya penjelasan tentang
kesibukanmu? Tak perlu detail, pahamilah ia hanya ingin berdamai dengan kekhawatiran
yang terkadang muncul dalam benaknya. Berikan ia ketenangan dengan
melibatkannya dalam kehidupanmu. Ia hanya ingin menjadi orang yang kau percaya atas
setiap suka maupun duka yang kau punya. Ia berusaha menjauhkan pikiran
negatifnya tentang kesibukanmu, meski terkadang ia tak mampu menahannya dan
menumpahkannya kepadamu. Ia cemburu, sayang. Dan kau tau itu berarti apa? Dia
ingin kamu melihatnya sebagai bagian penting dalam hidupmu.
Setiap orang
memiliki kekurangan, pun sama halnya denganku. Aku dan kamu datang, saling
menemukan, dengan membawa kekurangan pada diri masing-masing. Kepadamu aku
datang dengan terlebih dahulu menunjukkan cacat yang pernah kupunya. Kau tahu
aku sangat berterima kasih kau tak mempermasalahkan cacat yang kupunya dan
justru menawarkan penawar untuk menyembuhkannya. Tak semua pria berani mengambil
resiko untuk menyembuhkan cacatku dengan panduannya, aku tahu itu. Dan salah
satu hal besar yang membuatku terus-menerus mempertimbangkan kelanjutan
hubungan ini adalah penerimaanmu.
Namun ucapan tak berarti
apa-apa bila lakumu tak ikut menunjukkan, sayang. Penyembuhan cacat ini
membutuhkan bimbingan terus-menerus darimu. Hal ini tidak bisa ditawar, sangat
disayangkan. Dan nampaknya kesibukanmu yang menjadi prioritas saat ini membuat fokusmu
tak lagi tertuju pada penyembuhan cacatku. Kau membiarkan lukanya begitu saja,
setelah sebelumnya kamu membuka dan mencungkilnya. Kau yang sekarang punya
kendali untuk menyembuhkannya, sayang. Namun terabaikan dalam kondisi terbuka
seperti itu, aku mulai khawatir justru lukanya akan semakin buruk. Jadi aku
akan mengambil kembali kendali untuk menyembuhkan cacatku. Aku sebelumnya telah
berhasil melakukannya. Meski tak sepenuhnya tertutup sempurna, setidaknya ia
tidak terabaikan dalam kondisi terbuka. Jadi tentang hal ini, kau tak lagi
bertanggung jawab atas diriku. Hmmm, mungkin kamu akan mengkhawatirkan apakah
aku akan baik-baik saja. Kembali membuat cacat yang sama, bukankah itu yang
selalu kau takutkan bila kamu membuatku terluka? Tenang, sayang. Aku tak akan
mengatakan bahwa aku akan baik-baik saja, tentu terlebih dahulu aku akan merasakan
hancur pada hatiku. Namun aku tak akan kembali menjadi bodoh karena mengulang
kesalahan yang sama. Aku akan menyembuhkan lukaku dengan lebih banyak tersenyum.
Aku akan berbahagia.
Baiklah, karena
kesibukan tentu membatasi waktumu untuk mebaca tulisan ini, maka akan
kucukapkan sampai di sini baik kesah maupun kisah tentang aku dan kamu. Terima
kasih untuk semua pembelajaran hidup yang telah kamu bagi. Juga tentang
kesempatan untuk membuktikan sekali lagi bahwa aku bisa lebih kuat daripada
yang kupunya saat ini. Kamu tak akan pernah menjadi cerita buruk dalam
perjalananku. Meski disayangkan perjalananku denganmu hanya sebatas ini, aku
akan sangat senang jika suatu saat nanti kita dapat berjumpa lagi dengan muatan
dipunggung yang lebih berisi. Mari memperbaiki dan menuntaskan diri
masing-masing terlebih dahulu. Ketika nantinya masing-masing dari kita telah
siap membagi kehidupan satu sama lain, silahkan duduk dan membicarakan tentang perjalanan
bersama kembali. Bila memang salah satu di antara kita kelak tidak lagi
memiliki pandangan yang sama tentang hubungan ini, maka masing-masing hati
harus legowo. Mungkin takdir menempatkan kebahagian kita pada seseorang yang
lain di luar sana.
Thanks than
BalasHapus