Dua Puluh Dua
Dua puluh dua.
Sekian tahun perjalanan. Entah berapa kali senyum membingkai tawa. Entah berapa sering sakit pada hati berujung pada tangis oleh duka. Membanjir melalui galur garis tawa lalu mengering dengan sendirinya. Turut serta dibawanya pemahaman lama dan ditumbuhkannya pemahaman baru yang jauh lebih bijak. Seperti halnya air yang bersamanya tumbuh tunas kelapa yang akan terus tumbuh tinggi hingga mecapai waktunya untuk berhenti tumbuh dan mati, luka dan kegagalan membuatku terus bertumbuh bertambah tinggi.
Source : |
Aku tau jauh di atas sana, badai bisa saja mematahkanku. Kapan saja. Namun air akan kembali menumbuhkanku dengan badan yang baru. Dan tanah akan terus menjadi penopangku. Bersyukur Tuhan memberi banyak cinta pada tanah tempatku bertopang. Lalu adakah yang dapat membuatku takut kembali patah (hati) ?
Maka kubuka kembali hati dengan ini. Pada dua puluh dua.
Dua puluh dua.
Dua. Sudah waktunya memikirkan tentang hidup berdua. Punya anak dua. Menimang cucu kedua. Lalu menghabiskan masa tua. Berdua. Masih terlalu dini untuk memikirkannya? Ah tidak juga. Bukankah memilih rumah tempatmu akan tumbuh menua haruslah dengan sebaik-baiknya pemikiran. Sematang-matangnya perencanaan.
Source : |
Maka akan lebih banyak kukumpulkan para bijak untuk membantuku dengan segala persiapan. Baiklah akan kumulai pada dua puluh dua.
Dua puluh dua.
Orang-orang terkasih dalam hidupmu juga tumbuh bersamamu. Beberapa tak lagi muda. Entah berapa lama pula waktu bersama tersisa. Bagaimana kabar orang tua? Tidakkah kamu merasa terlalu memaksakan waktu terhadap urusan pribadimu? Bagaimana kabar saudara? Bukankah sudah lama sejak terakhir kali kalian bertukar sapa? Bagaimana kabar para kolega? Kapan terakhir kali mengunjungi rumah guru yang membesarkan namamu? Bagaimana kabar sahabat? Tidakkah sadar persahabatan kalian mulai membutuhkan perekat?
Source : |
Kamu tumbuh. Pun sama halnya dengan lingkaranmu. Terkadang kamu bermain terlalu jauh. Almost crossing the line. Melupakan titik kecil tempat lingkaran luasmu bermula. Merekalah keluarga. Kembalilah sesering yang kamu bisa. Sekalipun kamu berada jauh di tepian lingkaranmu sana, berusaha sedikit demi sedikit menggeser garisnya agar lebih luas lingkaranmu jadinya, jangan lupa kembali. Maka dengan ini akan kulukis lebih banyak jari-jari lingkaran, sebagai penghubungku dengan inti lingkaranku. Kugiatkan pada dua puluh dua.
Dua puluh dua.
Waktu yang tak singkat bagi ukuran sebuah hubungan. Bagaimana kabar Kekasih? Masihkah kamu setia pada-Nya meski tak dapat berjumpa muka? Masihkan kau ingat pesan-Nya? Masihkah kau lakukan yang menjadi pinta-Nya? Masihkah kau patuh menjauhi apa yang membuat-Nya terluka? Tidakkah kamu ingin membuat hubungan ini lebih mesra?
Source : |
Kamu bisa jadi masih setia pada-Nya. Walau kamu tak bisa melihat-Nya melalui mata setiap harinya. Namun dengan begitu bukan berarti Ia tak akan tahu tiap kali kamu melanggar yang kau janjikan pada-Nya. He always watch over you. Dia yang selalu terluka dengan sikapmu yang terus mengulang salahmu, namun selalu memberikan maaf dan senyum-Nya tiap kali kamu merajuk mengucap maaf. Dia yang berkali-kali kau buat kecewa dengan sikapmu yang terkadang acuh terhadap pesan-Nya, namun selalu membantumu bangun disaat kamu meminta pertolongan, setelah terperosok jauh ke dalam lubang akibat acuhmu. Lalu tidakkah cukup bagimu memiliki Dia?
Maka dengan ini akan kubuat hubungan ini menjadi jauh lebih mesra. Menjadi semakin hangat setiap harinya. Ya, karena memang sudah waktunya bagiku memulai hubungan yang lebih dewasa.
Bukankah aku sudah dua puluh dua?
Komentar
Posting Komentar