Sepuluh Mutiara dalam Rindu
Source : |
Masa-masa ujian akhir semester baru saja terlampaui. Terlewati dengan seok-seok sisa tenaga dan terdorong dengan tarikan sejuk hawa liburan yang perlahan merangsek masuk ke dalam penat oleh perkara tugas mahasiswa tingkat akhir.
Liburku telah datang menyambut. Shortlist kegiatan liburan dari angka 1 hingga 10 juga telah selesai kubuat. Banyak kesenangan di antaranya. Sebagian besar destinasi wisata. Sisanya beberapa kegiatan yang sudah lama ingin kulakukan ketika kelak masa liburan datang.
Semester ini sangat padat. Hampir aku tak ada waktu untuk memikirkan hal lain selain menyelesaikan tugas sebelum tiba masa tenggat. Pada dasarnya aku senang membaca. Apapun. Namun sedikit enggan untuk buku-buku terkait politik. Terlalu berat, atau mungkin jengah? haha. Di tengah penat masa perkuliahan, saat ada waktu, beberapa kali aku singgah membeli beberapa buku dengan berharap akan ada weekend bebas tugas sehingga bisa kumanfaatkan untuk berkencan dengan buku-buku itu. Namun semester ini memang benar-benar menjadi titik-titik kurva eksponensial dari perjalanan kuliah strata 1-ku. Alhasil, waktu luang lebih banyak kuhabiskan untuk memperkaya diri dengan pengetahuan yang menunjang pelaksanaan tugas akhirku semester depan. Dan dampak selanjutnya seperti bisa ditebak, baru sekaranglah buku-buku itu akhirnya pertama kali kujamah. Kutelanjangi. Satu per satu.
Buku pertama. Rindu. Entah buku terbitan ke berapa dari Tere Liye. Kuselesaikan dalam semalam. Bagus. Mengusung 5 pertanyaan yang sangat dalam (hampir seluruhnya juga pernah menggaung di sini, di dalam hati yang baru ini). Terjawab dengan epic dan juga sangat mendalam. Berhasil menyentil hati yang juga pernah membatu ini. Setitik. Dua titik. Sempat sengguk menangis. Berhubung tak banyak yang harus kulakukan di masa awal liburanku, juga masih cukup banyak waktu senggang yang kupunya sebelum akhirnya disibukkan dengan kegiatan kerja praktik akhir Juni nanti, akupun akan membagi beberapa kutipan favorit dari buku ini yang kurasa perlu untuk kalian tahu. Tak banyak. Cukup bagian yang menurutku adalah "palung" dari buku ini. Bagian-bagian paling dalam, yang cukup membuatmu kembali berpikir akan kebesaran rencana Tuhan.
1. Dua hal yang menggenapkan keputusanmu untuk pergi : benci dan cinta dalam waktu yang sama
Rangkaian kalimat pertama yang membuatku merasa bahwa buku inilah yang kubutuhkan, yang membuatku seolah mampu menjawab sendiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kugelar diakhir waktu sembahyangku adalah :
"Hanya dua hal yang bisa membuat seorang pelaut tangguh berhenti bekerja di tempat yang dia sukai, lantas memutuskan pergi naik kapal apa pun yang bisa membawanya sejauh mungkin ke ujung dunia. Satu karena kebencian yang amat besar, satu lagi karena rasa cinta yang sangat dalam. Oh my son, jangan jangan, kau mengalami du hal itu sekaligus."
Tak sadar aku langsung mengangguk. Mengiyakan. Seolah rentet kalimat itu memang ditujukan untukku. Tapi memang benar begitu adanya, yang kurasakan saat membaca tiap lariknya. Demi Tuhan, aku pernah mengalami hal serupa dengan Ambo Uleng, pria yang terhalang asa akan cintanya akibat perjodohan yang dilakukan oleh keluarga kekasih hatinya. Demi mengubur lukanya, dan menekan pengharapannya yang baru saja bersambut baik dengan pengakuan sama-sama cinta dari gadis yang dipujanya dalam diam, yang begitulah pada akhirnya harus dipatahkan dengan segera, ia pun memutuskan pergi. Aku tak akan bercerita bagaimana samaku dengan Ambo Uleng. Terlalu panjang. Dan bukan sesuatu yang baik pula. Yang jelas, kami pernah dalam posisi "memutuskan untuk pergi" yang sama. Sama-sama karena urusan kekasih hati yang sudah tak lagi tergapai walau rupa dan raganya masih sangat dekat ibarat sepelemparan batu jaraknya. Ambo Uleng pergi dengan mengubur harapan bahwa orang tua gadisnya akan mampu mengerti. Aku pergi dengan mengubur harapan bahwa priaku akan mampu menerimaku dengan potongan hati yang baru, yang tanpa ego berkuasa di dalamnya. Benci kami besar, pun cinta dalam dada kami. Kami tak tahu mana yang lebih dominan, bisa jadi keduanya sama unggulnya. Benciku karena bodoh memojokkan priaku hingga ia benar-benar terhimpit dan berkata tidak, menyerah. Cintaku karena, itu dia. Tak lagi tahan dan takut melukai lebih dalam, aku memutuskan pergi dengan keyakinan bahwa semua akan baik-baik saja (walau nyatanya tidak, awalnya). Kami memilih menghindar demi menjaga luka di hati kami tidak lebih lebar lagi nganga yang dibuatnya. Kami memilih menjauh, sejauh kabar tak lagi mampu didengar, demi memulihkan kembali sembilu ngilu dalam hati kami. Detik itu juga aku masuk ke dalam cerita. Akulah Ambo Uleng, dalam versi nyata. Aku.
2. Bukan melulu karena ketakutan atau ancaman, seseorang akhirnya memutuskan untuk lari menjauh
Rentet kalimat di bawah ini membuatku tersadar bahwa bukan hanya kebencian sekaligus kecintaan yang teramat besar yang membuatku bulat memutuskan pergi. Namun ada hal besar yang turut serta kubawa. Harapan.
3. Setiap perjalanan selalui disertai oleh pertanyaan-pertanyaan
Aku meyakini bahwa hidup ini adalah benar-benar sebuah perjalanan. Setiap tanah yang kita jejak bukanlah milik kita. Maka sewajarnya kita menjaga dan berlaku sebaik-baiknya tamu. Setiap orang yang berjumpa sapa selama perjalanan sesungguhnya tak lain adalah sesama pembelajar. Maka sebaik-baiknya hal yang dapat kita ajarkan adalah hal yang baik lagi bermanfaat. Jadi pelajarilah hal sebanyak-banyaknya. Pun dalam perjalanan hidup ini akan banyak kita temui pertanyaan-pertanyaan yang terpias. Sebagian dapat langsung terjawab saat itu juga. Sedang sebagian yang lebih besar lagi baru terjawab setelah sekian waktu melanjutkan perjalanan. Terjawab dengan sendirinya di tengah-tengah proses pembelajaran.
Jadi kawan, ketika pada detik ini kau membawa satu atau lebih pertanyaan besar, boleh kau tanyakan kepada sesama jika kau rasa mereka mampu memberi jawab yang bijak. Namun jauh lebih aman bila kau menanyakan langsung kepada Dia yang mengatur segala alur perjalananmu. Dia-lah Yang Maha Mengetahui. Memahamimu jauh lebih baik dari dirimu. Jauh lebih bijak terhadap apa yang menjadi kebutuhanmu. Mintalah jawaban hanya kepada-Nya. Dan betapa kau akan berbahagia ketika akhirnya mendapati jawab dari tanyamu.
4. Tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri
Jangan mengikuti wanita bodoh ini kawan. Yang terlanjur merusak badan kapalnya ketika badai datang mengujinya. Wanita bodoh ini berpikir bahwa dengan demikian, akan berkurang beban yang harus dibawanya. Ia berpikir dengan demikian, akan semakin ringan ia melewati badai tersebut. Ia berpikir dengan demikian, badai tak akan mampu menenggelamkannya ke dalam kesedihan. Namun ia tak pernah berpikir bijak bahwa seiring ia merusak kapalnya, ia justru akan kehilangan segalanya untuk bertahan hingga badai tertuntaskan. Beruntung wanita ini masih terselamatkan, dibantu oleh kapal lain yang menghentikannya untuk tidak lebih jauh lagi merusak kapalnya. Dan demi kesalahan yang pernah kubuat, aku teramat mengiyakan kalimat ini :
5. Apakah Allah akan menerimaku? Atau, mengabaikan perempuan pendosa sepertiku
Aku tergugu demi menyelesaikan kalimat-kalimat tersebut. Terbata aku membacanya. Sesekali kuhela napas yang teramat berat tarikannya tiba-tiba. Aku membawa catatan dosa besar dalam masa laluku. Yang membuatku teramat malu tiap kali hendak meminta sesuatu dalam doaku. Yang teramat membebani hingga kulepas hijabku karena merasa tak cukup pantas untuk mengenakannya. Aku tahu Tuhan Maha Pengampun, Maha Menerima Tobat. Namun aku yang sekarangpun belum cukup baik untuk menjadi salah satu hamba-Nya. Aku takut kehabisan waktu. Takut maut menjemput sebelum benar-benar layak berada di antara hamba-hamba-Nya yang Dia cintai. Aku terus memperbaiki diri. Hanya saja aku seringkali takut, jika selain Tuhan, manusia juga tak akan mau menerimaku. Aku tak berani minta ini itu mengenai jodohku kepada Tuhan. Aku tak cukup percaya diri memilih ini itu mengenai siapa-siapa yang layak menjadi jodohku. Di setiap doaku, aku menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan atas perihal jodohku. Siapa, kapan, dimana, bagaimana. Aku tak berusaha mencungkil setiap detailnya. Biar itu menjadi pertanyaan hingga Tuhan menggelar jawabnya. Biarlah menjadi rahasia. Biar dimensi jarak dan waktu yang menyimpannya. Perihal apakah Tuhan akan menerimaku, aku percayai apa yang kuinginkan untuk terjadi. Kubuktikan dengan terus memperbaiki kualitas diri hingga cukup pantas bagiku untuk "diterima".
6. Berhenti lari, berhenti cemas, mulailah berbuat baik
7. Biarkan waktu yang mengobati seluruh kesedihan
8. Cinta sejati adalah melepaskan
Teramat benar definisi cinta sejati yang dituliskan. Tidak muluk-muluk. Bukan pula omong kosong. Memang benar begitulah seharusnya. Melepaskan dapat berarti jamak. Bisa berupa kesabaran untuk waktu yang tepat. Bisa juga penantian terhadap seseorang yang tepat. Pun juga dapat diartikan sebagai penyerahan skenario kehidupan kepada Tuhan atas sesuatu yang jauh lebih baik.
9. Apalah arti kehilangan ketika justru menemukan banyak saat kehilangan dan kehilangan banyak saat menemukan
Aku tak pernah bilang baik-baik saja saat aku memutuskan untuk ikhlas melepaskan. Aku koyak. Banyak kehilangan. Namun perlahan Tuhan menggantinya dengan pertemuan dan penemuan sebagai penghiburan. Boleh jadi aku kehilangan kekasih hati yang teramat kucintai. Namun apalah artinya kehilangan satu cinta ketika kamu dapat menemukan lebih banyak cinta dari orang-orang di sekitarmu? Jujur saja, sebelumnya aku bukan orang yang dekat dengan orang-orang di sekitarku. Aku telah terlampau sombong dengan mencukupkan satu cinta saja di hidupku. Aku teramat mencintai priaku, bahkan melebihi keluargaku kala itu. Libur panjang lebih banyak kuhabiskan bersama priaku. Sisa-sisanya sedikit sekali kubagi dengan keluarga atau temanku. Dan ketika pada akhirnya aku kehilangan satu cinta tersebut, serasa runtuhlah dunia ini bagiku. Aku kosong. kehilangan cinta satu-satunya yang kupunya. Hingga Maha Pengasih Tuhan menggantinya dengan banyak cinta yang hadir mengisi. Aku menjadi lebih terbuka. Sangat menikmati saat-saat ketika menemukan teman baru. Banyak berkelana untuk membagi sapa dengan orang-orang baru. Banyak pencapaian kuperoleh, justru saat aku menerima kehilangan. Mengikhlaskan.
10. Sungguh, telah menunggu hadiah yang paling indah bagi orang-orang yang bersabar
Tunggulah kawan. Bersabarlah. Biarkan jarak dan waktu yang menyingkap rahasia di antara keduanya. Apapun tanyamu, apapun yang kau tunggu namun tak kunjung datang, apapun pintamu meski tak kunjung dikabulkan, bersabarlah. Mari bersama-sama kita bersabar. Sungguh telah menunggu hadiah super indah bagi orang-orang yang berhati besar lagi lapang. Percayakan semua pada Tuhan. Semoga kita senantiasa termasuk dalam golongan orang-orang yang bersabar.
Rentet kalimat di bawah ini membuatku tersadar bahwa bukan hanya kebencian sekaligus kecintaan yang teramat besar yang membuatku bulat memutuskan pergi. Namun ada hal besar yang turut serta kubawa. Harapan.
"Tidak selalu orang lari dari sesuatu karena ketakutan atau ancaman. Kita juga bisa pergi karena kebencian, kesedihan, ataupun karena harapan."Ada harapan besar yang kubawa. Harapan untuk tidak lagi menuai gagal yang sama. Harapan atas pertemuan dengan jodoh yang benar-benar mampu menggenapkan. Jodoh yang benar-benar pamungkas. Terakhir untuk selamanya. Giat kupanjatkan doa kepada Tuhan agar dipertemukan segera. Semakin aku mempercayakannya pada rencana Tuhan, semakin dekat kurasakan hari pertemuan kami.
3. Setiap perjalanan selalui disertai oleh pertanyaan-pertanyaan
Aku meyakini bahwa hidup ini adalah benar-benar sebuah perjalanan. Setiap tanah yang kita jejak bukanlah milik kita. Maka sewajarnya kita menjaga dan berlaku sebaik-baiknya tamu. Setiap orang yang berjumpa sapa selama perjalanan sesungguhnya tak lain adalah sesama pembelajar. Maka sebaik-baiknya hal yang dapat kita ajarkan adalah hal yang baik lagi bermanfaat. Jadi pelajarilah hal sebanyak-banyaknya. Pun dalam perjalanan hidup ini akan banyak kita temui pertanyaan-pertanyaan yang terpias. Sebagian dapat langsung terjawab saat itu juga. Sedang sebagian yang lebih besar lagi baru terjawab setelah sekian waktu melanjutkan perjalanan. Terjawab dengan sendirinya di tengah-tengah proses pembelajaran.
Jadi kawan, ketika pada detik ini kau membawa satu atau lebih pertanyaan besar, boleh kau tanyakan kepada sesama jika kau rasa mereka mampu memberi jawab yang bijak. Namun jauh lebih aman bila kau menanyakan langsung kepada Dia yang mengatur segala alur perjalananmu. Dia-lah Yang Maha Mengetahui. Memahamimu jauh lebih baik dari dirimu. Jauh lebih bijak terhadap apa yang menjadi kebutuhanmu. Mintalah jawaban hanya kepada-Nya. Dan betapa kau akan berbahagia ketika akhirnya mendapati jawab dari tanyamu.
4. Tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri
Jangan mengikuti wanita bodoh ini kawan. Yang terlanjur merusak badan kapalnya ketika badai datang mengujinya. Wanita bodoh ini berpikir bahwa dengan demikian, akan berkurang beban yang harus dibawanya. Ia berpikir dengan demikian, akan semakin ringan ia melewati badai tersebut. Ia berpikir dengan demikian, badai tak akan mampu menenggelamkannya ke dalam kesedihan. Namun ia tak pernah berpikir bijak bahwa seiring ia merusak kapalnya, ia justru akan kehilangan segalanya untuk bertahan hingga badai tertuntaskan. Beruntung wanita ini masih terselamatkan, dibantu oleh kapal lain yang menghentikannya untuk tidak lebih jauh lagi merusak kapalnya. Dan demi kesalahan yang pernah kubuat, aku teramat mengiyakan kalimat ini :
"Maka jangan pernah merusak diri sendiri. Kita boleh jadi benci atas kehidupan ini. Boleh marah. Tapi ingatlah nasihat lama, tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri. Akan dia rawat kapalnya, hingga dia bisa tiba di pelabuhan terakhir. Maka, jangan rusak kapal kehidupan milik kau, Ambo, hingga dia tiba di dermaga terakhirnya."Dan Ambo mengiyakan.
5. Apakah Allah akan menerimaku? Atau, mengabaikan perempuan pendosa sepertiku
Aku tergugu demi menyelesaikan kalimat-kalimat tersebut. Terbata aku membacanya. Sesekali kuhela napas yang teramat berat tarikannya tiba-tiba. Aku membawa catatan dosa besar dalam masa laluku. Yang membuatku teramat malu tiap kali hendak meminta sesuatu dalam doaku. Yang teramat membebani hingga kulepas hijabku karena merasa tak cukup pantas untuk mengenakannya. Aku tahu Tuhan Maha Pengampun, Maha Menerima Tobat. Namun aku yang sekarangpun belum cukup baik untuk menjadi salah satu hamba-Nya. Aku takut kehabisan waktu. Takut maut menjemput sebelum benar-benar layak berada di antara hamba-hamba-Nya yang Dia cintai. Aku terus memperbaiki diri. Hanya saja aku seringkali takut, jika selain Tuhan, manusia juga tak akan mau menerimaku. Aku tak berani minta ini itu mengenai jodohku kepada Tuhan. Aku tak cukup percaya diri memilih ini itu mengenai siapa-siapa yang layak menjadi jodohku. Di setiap doaku, aku menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan atas perihal jodohku. Siapa, kapan, dimana, bagaimana. Aku tak berusaha mencungkil setiap detailnya. Biar itu menjadi pertanyaan hingga Tuhan menggelar jawabnya. Biarlah menjadi rahasia. Biar dimensi jarak dan waktu yang menyimpannya. Perihal apakah Tuhan akan menerimaku, aku percayai apa yang kuinginkan untuk terjadi. Kubuktikan dengan terus memperbaiki kualitas diri hingga cukup pantas bagiku untuk "diterima".
6. Berhenti lari, berhenti cemas, mulailah berbuat baik
"Pahami tiga hal itu, Nak, semoga hati kau menjadi lebih tenang. Berhenti lari dari kenyataan hidupmu. Berhenti cemas atas penilaian orang lain, dan mulailah berbuat baik sebanyak mungkin."Dulu aku selalu menghendaki untuk lari sejauh-jauhnya dari masa laluku, mantan priaku. Aku tak mau mengingat keseluruhannya hingga detail-detail terkecilnya sekalipun. Aku sempat menjalani terapi demi menghilangkan ingatan akan masa laluku. Awalnya berhasil, namun akses terhadap memori tersebut terbuka seketika saat kulihat pemandangan yang seperti benang halus, samar-samar menuntunku meniti kembali setiap detail dari kenangan yang sebelumnya tersegel. Tak puas dengan itu, aku berlari lebih kencang lagi, kali ini dengan sesekali melompat. Kutempati lingkungan yang baru, yang mengisolasiku dari kemungkinan berjumpa lagi dengan pemandangan yang sama. Beruntung ia terlebih dahulu memblokir segala bentuk komunikasi yang mungkin bisa diakses, sehingga aku tak perlu repot-repot melakukannya. Tiga hari pertama kujalani kehidupanku dengan (pura-pura) bahagia, setidaknya aku dapat menahan diri untuk tidak memikirkannya. Hari keempat hingga seterusnya, aku berbalik gila merindukannya. Kucoba segala cara untuk menghubunginya. Sia-sia. Aku masih lanjut berlari lagi. Kali ini aku ingin lari dari kenyataan bahwa kami tak lagi bersama. Aku tersiksa, jadi diapun setidaknya juga harus merasakan siksa yang sama. Ia tak pantas bahagia selagi aku tersiksa, begitu racauku kala itu. Belum mampi menyikapi hal dengan bijak, karena aku masih belum mau berhenti berlari. Aku mulai mencemaskan banyak hal. Berpikir jangan-jangan ini, jangan-jangan itu. Kok mereka begini, kok mereka begitu. Berarti ini, berarti itu. Aku sibuk menyiksa diri sendiri dengan permainan pikiranku sendiri. Hidupku serasa jauh dari bahagia. Dan taukah kawan apa yang akhirnya menuntaskan masa-tidak-bahagia-ku? Keputusan untuk berhenti lari dari kenyataan, berhenti mencemaskan hal yang belum tentu terjadi serta memulai lebih banyak berbuat baik. Tiga hal itu yang akhirnya menggenapkan bahagiaku.
7. Biarkan waktu yang mengobati seluruh kesedihan
"Ketika kita tidak tahu mau melakukan apalagi, ketika kita merasa semua sudah hilang, musnah, habis sudah, maka itulah saatnya untuk membiarkan waktu menjadi obat terbaik. Hari demi hari akan menghapus selembar demi selembar kesedihan. Minggu demi minggu akan melepas sepapan demi sepapan kegelisahan. Bulan, tahun, maka rontok sudahlah bangunan kesedihan di dalam hati. Biarkan waktu mengobatinya, maka semoga kita mulai lapang hati menerimanya. Sambil terus mengisi hari-hari dengan baik dan positif."Ketika jarak tidak mampu menuntaskan kesedihan, maka biarkan waktu yang menggenapkan. Tak bisa sekejap mata, memang. Maka disitulah letak kesabaran dibutuhkan, sebelum akhirnya penerimaan hadir sebagai buahnya.
8. Cinta sejati adalah melepaskan
Teramat benar definisi cinta sejati yang dituliskan. Tidak muluk-muluk. Bukan pula omong kosong. Memang benar begitulah seharusnya. Melepaskan dapat berarti jamak. Bisa berupa kesabaran untuk waktu yang tepat. Bisa juga penantian terhadap seseorang yang tepat. Pun juga dapat diartikan sebagai penyerahan skenario kehidupan kepada Tuhan atas sesuatu yang jauh lebih baik.
"Apakah cinta sejati itu? Maka jawabannya, dalam kasus kau ini, cinta sejati adalah melepaskan. Semakin sejati perasaan itu, maka semakin tulus kau melepaskannya. Persis seperti anak kecil yang menghanyutkan botol tertutup di lautan, dilepas dengan rasa suka-cita."Maka lepaskan cinta sejatimu dengan suka cita kawan. Jika dia memang benar jodoh kita, maka sejauh apapun jarak dan waktu memisahkan, keduanya pulalah yang akan mempertemukan. Dan yakinlah bahwa pertemuan tersebut akan mengagumkan. Sebab telah kau percayakan alur kehidupanmu kepada Tuhan. Penulis cerita paling sempurna di muka bumi.
9. Apalah arti kehilangan ketika justru menemukan banyak saat kehilangan dan kehilangan banyak saat menemukan
Aku tak pernah bilang baik-baik saja saat aku memutuskan untuk ikhlas melepaskan. Aku koyak. Banyak kehilangan. Namun perlahan Tuhan menggantinya dengan pertemuan dan penemuan sebagai penghiburan. Boleh jadi aku kehilangan kekasih hati yang teramat kucintai. Namun apalah artinya kehilangan satu cinta ketika kamu dapat menemukan lebih banyak cinta dari orang-orang di sekitarmu? Jujur saja, sebelumnya aku bukan orang yang dekat dengan orang-orang di sekitarku. Aku telah terlampau sombong dengan mencukupkan satu cinta saja di hidupku. Aku teramat mencintai priaku, bahkan melebihi keluargaku kala itu. Libur panjang lebih banyak kuhabiskan bersama priaku. Sisa-sisanya sedikit sekali kubagi dengan keluarga atau temanku. Dan ketika pada akhirnya aku kehilangan satu cinta tersebut, serasa runtuhlah dunia ini bagiku. Aku kosong. kehilangan cinta satu-satunya yang kupunya. Hingga Maha Pengasih Tuhan menggantinya dengan banyak cinta yang hadir mengisi. Aku menjadi lebih terbuka. Sangat menikmati saat-saat ketika menemukan teman baru. Banyak berkelana untuk membagi sapa dengan orang-orang baru. Banyak pencapaian kuperoleh, justru saat aku menerima kehilangan. Mengikhlaskan.
"Wahai langit yang lengang, apalah arti kehilangan? Ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan."
10. Sungguh, telah menunggu hadiah yang paling indah bagi orang-orang yang bersabar
Tunggulah kawan. Bersabarlah. Biarkan jarak dan waktu yang menyingkap rahasia di antara keduanya. Apapun tanyamu, apapun yang kau tunggu namun tak kunjung datang, apapun pintamu meski tak kunjung dikabulkan, bersabarlah. Mari bersama-sama kita bersabar. Sungguh telah menunggu hadiah super indah bagi orang-orang yang berhati besar lagi lapang. Percayakan semua pada Tuhan. Semoga kita senantiasa termasuk dalam golongan orang-orang yang bersabar.
Komentar
Posting Komentar