New Ending, I Begin Again

Selamat malam,

Setahun lebih sudah. Banyak yang terenggut, banyak pula yang teraih ke dalam pelukan. Banyak hal yang tak lagi sama. Terdengar sedih, namun ini indah. Setidaknya begitu yakinku pada rencana Tuhan.

Terakhir kali post dalam blog ini saya layangkan ke dunia maya, saya masih seorang buta yang nyaman bersembunyi dalam gelapku. Juga dari balik lindungan penjagaku. Saya hampir tak bisa apa-apa. Menggantungkan semua perihal pada penjagaku. Terlalu takut kehilangan kenyamanan tersebut, saya menjadi pengecut yang hampir tak melakukan apa-apa. Saya tidak menghendaki adanya perubahan, tetap begini saja. Saya rasa semuanya akan baik-baik saja selama ada penjagaku yang (kuyakini) akan selalu setia kepadaku. Saya tidak melakukan apa-apa, selagi dia melakukan banyak hal untuk saya.

Tiba suatu ketika penjagaku berpikir untuk melakukan sedikit kesenangan untuknya. Saya mulai terusik. Saya mencoba menjadi wanita yang baik untuknya, jadi sayapun bertanya. Dia menjawab. Saya membisu. Empat lima detik kemudian menangis. Mengapa kesenangannya haruslah seorang wanita lain? Sekalipun anggapnya hanya seorang teman? kakak? Tidakkah saya cukup baginya. Dan memang tidak. Saya tidak mampu lagi mencukupinya, menggenapinya. Sekalipun saya penuhi semua pintanya, ia tak akan pernah merasa cukup. Karena bukan lagi saya yang dia ingin genapkan. Hubungan kami bergeser perlahan, tidak lagi fit in. Kunci yang kami punya tak lagi bisa membuka hati masing-masing. Lapisan ego pada masing-masing hati terlalu kuat. Entah terbuat dari baja atau apa. Terlebih hadir pihak ketiga di antara kami yang berbaik hati menambal lapisan ego dari masing-masing hati kami sehingga makin kuat saja pertahanannya. Sekali waktu kami mencoba membuka kembali hati yang dulu sudah kami bagi. Namun semakin keras kami mencoba, justru patahlah kunci yang kami punya. Keadaan carut marut sekali waktu itu. Tidak ada lagi kasih. Saya sering kali cemburu. Dia lebih sering lagi berdusta.

Saya sakit kemudian, mental illness. Therapist menyarankan untuk menghindari kontak dengan pemicu stress saya. Sayapun meninggalkan tempat kami biasa tinggal bersama. Tanpa mengucap kata pisah. Tanpa peluk, juga kecup yang dulu setiap hari selalu kami bagi. Saya tersiksa sendiri, awalnya. Keadaan saya sudah sama kacaunya seperti pemakai yang tengah menjalani rehabilitasi untuk berhenti dari candunya. Setiap malam saya menangis, beberapa kali bahkan merutuk Tuhan. Lalu suatu malam saya terbangun dari tidur. Kaki tergerak menuju toilet. Saya mengambil air wudhu, lalu melaksanakan sholat malam yang sayapun tidak yakin kala itu mengucapkan niatnya dengan benar. Di sujud saya pada rakaat terakhir, saya merasakan kenyamanan yang mengungkung sekeliling saya. Sesak yang setiap harinya bercokol di dalam hati saya seketika merangsek keluar melalui urai air mata yang membasahi sajadah saya. Saya menangis sejadi-jadinya. Saya bercerita sepanjang yang saya punya. Saya tumpahkan kesah. Saya pintakan maaf. Saya menyadari apa yang menjadi khilaf. Saya relakan apa yang telah menjadi kehendak Tuhan. Saya serahkan apa yang akan menjadi masa depan kepada rencana Tuhan. Saya ucapkan terima kasih kepada Tuhan atas mereka yang tetap tinggal dan menjadi penghiburan bagi saya. Saya ucapkan syukur juga kepada Tuhan atas mereka yang memilih pergi dan menjadi pembelajaran bagi saya. Setelahnya saya menjadi jauh lebih bahagia. Belum pernah saya merasa segenap selengkap ini. Walau tanpa seorang pria yang selalu ada di sisi saya. Kini satu hal paling jelas dalam list tujuan saya adalah : perbaiki dan tingkatkan kualitas diri. Kualitas pasangan kita merupakan cerminan balik dari kualitas diri kita. Bila menghendaki seorang pria yang memiliki kualitas A B C D, maka pastikan kita juga mengimbanginya dengan memiliki kualitas A B C D E. Mungkin untuk saat ini Tuhan masih menghendaki saya untuk sendiri dulu tanpa pria. Saya yakin Tuhan teramat menyayangi saya dan telah memiliki rencana indah di balik ini semua. Saya percaya Tuhan tengah menjaga priaku entah di belahan dunia mana sana. Saya sadar Tuhan tengah meminta saya untuk bekerja lebih baik lagi agar dapat mengimbangi pria saya yang telah Tuhan persiapkan sesuai dengan pinta yang saya selipkan di setiap doa saya.

Dan pada detik saat saya mengetik kalimat-kalimat ini, boleh jadi saya masih sendiri. Tapi keadaan memang tak lagi sama. Pun saya bukan lagi gadis yang sama. Banyak retak yang saya perbaiki perlahan. Banyak lubang yang saya tutup pelan-pelan. Saya perluas lingkaran. Saya maafkan kesalahan diri sendiri. Saya ikhlaskan apa yang pergi ataupun terampas paksa dari saya. Saya ringankan langkah untuk lebih menikmati hidup. Ternyata banyak nikmat Tuhan yang belum sempat terucap syukur atasnya. Dan petualangan hidup saya pun dimulai. Enjoy!

Komentar

Postingan Populer